AMARAH
“Siapa yang sebarin video itu ke bokap gue?”
Carlos dan Senaru yang baru saja datang langsung disambut dengan satu pertanyaan yang membuat Senaru menatap bingung. Lelaki itu langsung mendekati temannya, menatap wajah William yang sangat amat berantakan sekarang. “Wil, ada apa?”
“SIAPA YANG KIRIM VIDEO ITU KE BOKAP GUE BRENGSEK?!” emosi William langsung pecah karena tidak sudah dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurutnya sangat membuang-buang waktu sekarang.
“Yang nyimpen video itu cuman gue sama Carlos. Dan kita berdua gak ada yang kirim ke bokap lo, Wil. Kita gak sejahat itu.” ujar Senaru berusaha menenangkan.
Nafas William berubah memburu sekarang. Antara sesak dan emosi yang meluap, bercampur menjadi satu hingga lelaki itu sulit membedakan.
“Kalau bukan lo berdua, siapa? SIAPA HAH?! ORANG LAIN?! JUJUR SAMA GUE ANJING!”
“Yang punya videonya cuman Senaru, Wil.” saut Carlos membuat kedua lelaki itu menoleh.
“Gue ngg-”
“Satu minggu yang lalu gue baru ganti hp, dan semua data yang ada di hp lama gak gue pindahin ke hp yang baru. Lo bisa cek aja hp gue yang sekarang. Gak ada berkas-berkas lama yang gue pindahin kecuali tugas-tugas penting. Dan kemungkinan besar yang kasih video itu...” Carlos melirik kearah Senaru dengan perlahan, diikuti oleh William yang ikut melirik kearah Senaru yang berada disebelahnya.
“Demi Tuhan gue gak lakuin itu. Lo jangan fitnah gue dong, Car! Gue sama sekali gak kirim video itu ke bokap William! Ada bukti gak?!”
“Gak ada. Tapi lo satu-satunya yang pegang bukti itu sampai saat ini.” jawab Carlos membuat emosi Senaru langsung meluap.
Baru saja Senaru ingin menghajar Carlos, William lebih dulu memukul Senaru hingga lelaki itu terjatuh dan membentu lantai dengan keras.
“ANJING LO! GUE UDAH PERCAYA SAMA LO BANGSAT! LO PUNYA DENDAM APA SAMA GUE?! LO UDAH BUNUH BOKAP GUE BRENGSEK!” William terus memukul pipi dan rahang Senaru tanpa memberikan jeda untuk Senaru bernapas. William kalut, lelaki itu terlalu hancur untuk bersabar. William terlalu marah untuk memaafkan.
Pukulan itu terhenti ketika William merasa sesak didadanya. Terasa sakit yang perlahan menjalar ke kepalanya. Pening, lelaki itu sampai lupa jika harus mengontrol emosi atau ia akan drop dan kembali dirawat.
“Wil, udah. Ketempat lain aja ya? Ayo.” Carlos memegangi William dengan perlahan. Menuntun William untuk pergi dari lorong yang terdapat ruang jenazah di depannya. Meninggalkan Senaru yang masih terbaring di lantai, tidak dapat bangun karena merasakan pening yang luar biasa akibat tonjokan dan benturan yang dilakukan oleh William.