Beautiful View.
Jam pulang sekolah sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Namun tiga gadis itu masih menetap pada pinggir lapangan yang cukup luas, menunggu area sekolah sedikit sepi supaya tidak bertabrakan saat keluar dari gerbang.
Kyren, Cilla dan Rachel membahas beberapa hal random saat menunggu siswa siswi keluar dari gerbang sekolah. Rachel yang berjulid tentang kakak kelas, Kyren yang membicarakan guru paling menyebalkan dan Cilla yang hanya mampu untuk menyambung-nyambungkan saja.
Suasana sekitar sekolah semakin sepi setelah 10 menit telah berlalu. Kyren langsung mengajak kedua temannya untuk menuju gerbang sekolah, ingin kembali kerumah dan beristirahat tanpa memikirkan pelajaran yang sangat memusingkan kepalanya.
Namun saat ketiga gadis itu ingin keluar gerbang, dengan tiba-tiba saja William menarik lengan Cilla hingga gadis itu menabrak dada bidang lelaki yang ada dibelakangnya. Cukup terkejut namun tak mampu membuat Cilla mematung seperti pada drakor-drakor romance yang ia tonton.
“Kenapa?” tanya Cilla dengan perasaan canggungnya.
William masih saja memegang lengan Cilla tanpa ingin melepaskan pegangan tersebut. Bahkan jari jemarinya turun untuk menggenggam tangan Cilla. “Kamu ada janji sama saya.” ujar William dengan nada datarnya, seperti biasa.
“Ekhem” suara deheman yang cukup keras itu berhasil mengalihkan perhatian William dan Cilla. Rachel menyengir sembari menggaruk tengkuknya, menatap dua insan yang ada dihadapannya dengan tatapan seperti menggoda Cilla. “Gue sama Kyren balik duluan ya. Dadah, Cil!”
Kyren mengangguk untuk menanggapi ucapan Rachel, gadis itu tersenyum tipis kearah temannya. Sebelum pergi mata tajam itu menatap William dengan sebuah isyarat yang tak ingin William pahami. Bahkan lelaki itu memilih untuk mengalihkan perhatiannya. Sangat enggan untuk menatap gadis licik yang sudah berjalan menjauh untuk kembali kerumah.
“Ayo.” intonasi lelaki itu langsung berubah lembut ketika sudah tidak ada siapapun disana.
William menuntun Cilla menuju motornya yang masih terparkir rapih pada parkiran jurusan IPA disekolahnya. Gadis itu hanya memperhatikan William memundurkan motornya, sesekali membantu William untuk menarik motornya.
“Sini.” William mengulurkan tangan kirinya, menggenggam tangan Cilla supaya gadis itu lebih mudah menaiki jok motornya.
Setelah merasa aman pada belakangnya, William langsung melajukan motor tersebut kearah yang Cilla tidak ketahuisama sekali.
Sebenarnya Cilla merasakan cemas karena ia belum bisa mempercayai William sepenuhnya. Namun gadis itu juga senang karena William ingin mengajaknya pada tempat yang ia bilang indah.
Selama perjalanan hanya suara motor yang cukup bising mengisi keheningan mereka. Tidak mungkin William mengajak Cilla untuk berbicara walau hanya sepatah kata. Namun setidaknya dengan perlahan-lahan Cilla mendapatkan sebuah timbal balik dari William. Timbal balik yang menurut Cilla adalah sebuah kesenangan tersendirinya.
Langkah kaki itu dengan ragu mengikuti William yang membawa dirinya memasuki gedung kosong dan terbengkalai. Perasaan cemas semakin menjadi-jadi karena tidak ada satu orang pun disana, terkecuali mereka berdua.
Anak tangga yang terbilang cukup banyak itu mengarahkan William dan Cilla kebagian paling atas gedung kosong itu. William berjalan menuju pinggir rooftop yang berada digedung itu. Lelaki itu menoleh kearah Cilla, menggenggam tangan perempuan itu untuk mengikuti arahnya.
“Gak akan saya apa-apain.” ujar William seolah tau kecemasan gadis itu.
Cilla mengikuti langkah kaki lelaki yang menuntunnya yang membawa gadis itu untuk berdiri di pinggir gedung. Takut terjatuh William memutuskan langsung mendudukan aspal yang sudah sedikit rusak, menarik lengan Cilla dengan lembut agar duduk disampingnya.
Cilla memperhatikan sekitar memalui atap gedung yang lumayan tinggi jaraknya. Mata itu berbinar ketika melihat beberapa bangunan dan rumah yang penerangannya sudah menyala karena matahari akan terbenam sebentar lagi.
“Saya kalau suntuk suka kesini, liat matahari sambil mainin gitar. Tapi saya lagi gak bawa gitarnya.” ujar William memecahkan keheningan. Lelaki itu memperhatikan langit yang sudah berubah menjadi warna jingga, bahkan matahari sudah ingin kembali ketempat istirahatnya.
“Liam, kenapa lo kepikiran ngajak gue kesini?”
“Karena kamu sama langit senja itu sama-sama indah buat saya. Kalian sama-sama bisa nenangin hati saya. Bedanya senja hanya bertahan dengan waktu yang sebentar, kalau kamu belum tentu bisa bertahan dalam waktu yang lama. Selagi kamu masih disini, saya akan semaksimal mungkin buat bahagiakan kamu, Cil.”
Ucapan yang diberikan William bukanlah kebohongan. Lelaki itu berujar dengan begitu serius, menatap dengan lekat mata coklat milik gadis itu. Menatap dengan begitu sayunya, tak ada tatapan datar seperti biasanya.
Mereka terdiam dengan mata yang saling menatap, seolah-olah pandangan mereka telah terkunci pada satu sudut saja.
Dengan perlahan William memajukan tubuhnya. Bibir itu mengecup pipi Cilla dengan lembut, terlihat berani namun ada jantung yang berdegup dengan kencang disana. Cukup lama William membiarkan bibirnya menyentuh pipi Cilla, sampai lelaki itu tersadar jika itu terlalu lama dan ia langsung menjauhkan tubuhnya.
Tubuh Cilla mematung ketika William melakukan tindakan yang membuat banyaknya kupu-kupu datang. Mata itu memperhatikan lelaki yang kembali menatapnya tanpa berkedip. Berusaha mencerna tindakan yang barusan William lakukan.
“Saya lagi berusaha, Cil. Selalu percaya sama saya ya?”