Kita Mengulang.

Langkah besar itu berlari dengan sangat cepat di lorong rumah sakit yang terasa sangat panjang. Juna sedikit kuwalahan untuk meminta alamat rumah sakit yang disembunyikan oleh pihak kampus disana. Namun dengan banyaknya usaha akhirnya Juna berhasil mendapatkan alamat rumah sakit tersebut.

Mata lelaki itu memburam dengan air mata yang menumpuk di pelupuk matanya, siap tumpah kapan saja. Jantungnya berdetak sangat keras, memikirkan kekasihnya yang menjadi korban dalam kecelakaan tersebut.

Langkah lebar itu dengan perlahan mengecil ketika ia melihat beberapa mahasiswa/i yang sedang duduk didepan ruang rawat dengan berbagai perban di tubuhnya. Juna melihat kesekitarnya, mencari keberadaan kekasihnya yang tidak ada di depan mata kepalanya.

Tanpa ragu, Juna menghampiri salah satu mahasiswi yang sedang terpejam dengan plester yang berada di pipinya. Nafasnya memburu, memikirkan kalimat yang pantas untuk dia keluarkan.

*“Sorry, Alya ada dimana ya? Gue gak liat dia disini.” tanya Juna dengan suara yang sedikit gemetar.

Gadis yang ada di hadapannya menoleh kearah Juna, menatap Juna dengan tatapan sayu karena rasa sakit yang ada di kepalanya.

“Setau gue Alya sama Pak Gio tadi di rawat lebih lanjut. Mereka duduk di paling depan, luka mereka lebih parah dari pada kita.” jawab gadis itu.

Tubuh Juna berubah melemas, ia hanya dapat mengangguk sebagai respon tanpa adanya perkataan yang keluar.

Juna berjalan dengan langkah gontainya, melewati beberapa ruang rawat yang di isi oleh pasien disana. Juna melirik kearah kanannya, melihat kedalam ruang rawat secara sekilas untuk memastikan jika kekasihnya masih baik-baik saja.

Langkah itu terhenti ketika ia melihat seorang gadis yang terduduk merenung diatas brankar. Kepalanya terbalut dengan perban yang sudah di olesi oleh obat merah, ia hanya menatap kearah jendela yang sedikit terbuka.

Dengan buru-buru, Juna langsung membuka pintu tersebut. Memasuki ruangan tersebut tanpa izin, tidak perduli jika ujung-ujungnya ia akan di usir. Lelaki itu langsung memeluk gadis yang ada di hadapannya dengan sangat erat. Sangat sangat bersyukur karena ia masih melihat Alya dengan keadaan yang lebih baik dari pada yang ada di pikirannya.

“Al, kamu bikin aku panik setengah mati.” ujarnya.

Alya terdiam, namun dengan kasar gadis itu langsung melepas pelukannya. Mengundang tatapan bingung dari lelaki yang baru saja memeluknya.

“Sorry, gue gak kenal lo. Jadi, tolong sopan sedikit.”