Marvin & sebungkus roti.

Panggung dengan dekorasi yang begitu bagus serta tenda yang telah dipasang ditengah-tengah lapangan adalah haris jerih payah dari anak-anak OSIS angkatan 34. Banyak yang terus mengelap keringat dikeningnya karena cuaca yang begitu panas tetapi mereka diharuskan berkeliling untuk mengecek keadaan panggung dan tenda yang terpasang dilapangan. Memastikan semuanya telah beres dan aman.

Cilla menghela nafas berat setelah ia mengelilingi tenda yang digunakan untuk para guru duduk dan menonton acara pensi yang diselenggarakan. Gadis itu mengusap keningnya yang sudah dibanjiri keringat, bahkan rambut yang ia kuncir kuda sudah terlihat kering karena matahari yang begitu terik diatas kepalanya.

Dengan langkah gontai, Cilla memilih untuk kembali keruangan OSIS. Mengeringkat keringatnya dengan AC yang berada disana. Mengistirahatkan badannya dengan berbaring pada lantai ruangan OSIS yang sangat nyaman. Hanya diruangan OSIS Cilla dapat merasakan kenyamanan disana.

Baru saja Cilla ingin memasuki ruangan tersebut, namun ia dikejutkan dengan seorang lelaki tinggi yang tiba-tiba saja keluar dari sana. Cilla mendongak untuk melihat lelaki yang ada dihadapannya, alisnya terangkat karena bingung dengan adanya Marvin yang keluar dari ruangan OSIS tersebut.

“Lo ngapain?” Tanya Cilla dengan wajah bingungnya.

Tanpa basa basi Marvin langsung memberikan sebungkus roti ditangan Cilla dan juga sekotak susu pisang yang sering Cilla beli pada kantin sekolah.

“Lo harus makan, kan udah luangin banyak tenaga buat acara sekolah. Saatnya lo luangin waktu buat diri sendiri.” Ujar Marvin dengan sebuah senyuman tipis yang ia berikan untuk Cilla.

Gadis itu terdiam dalam waktu yang cukup lama, sampai ia tersadar ketika tangan Marvin mengacak rambut Cilla yang terasa sangat kering dipermukaannya.

“Pulang sekolah langsung ke salon, rawat diri lo sendiri. Relax-in pikiran lo, oke? Gue mau ke kelas dulu, udah mau masuk. Dah, Cil.” Marvin melambaikan tangannya pada Cilla dan langsung bergegas kembali ke kelas.

Cilla memperhatikan punggung Marvin yang hilang begitu saja saat lelaki itu berbelok kearah kiri untuk menaiki anak tangga. Gadis itu kembali memperhatikan roti yang ada digenggamannya. Bungkusan roti yang Cilla sangat tahu bahwa ini adalah roti dari tokok milik Mama dari Marvin.

“Thanks.”