Sesak

Malam ini matahari telah berhasil kembali pada tempat peristirahatannya tanpa menghantarkan hujan. Membuat acara yang sangat meriah berjalan dengan sangat lancar dan menyenangkan. Tak banyak anak-anak yang mengeluh tentang waktu acara yang lama karena mereka sangat puas dengan kinerja keras yang diberikan oleh organisasi yang mengurus acara tersebut.

William, Griya dan Seano sibuk mengembalikan kursi-kursi yang telah digunakan. Sedangkan Kyren, Cilla dan Vely membereskan sampah-sampah yang berserakan. Cukup memakan waktu yang lama untuk mereka hingga tengah lapangan itu kembali bersih seperti semua.

Cilla mengusap keringat yang ada dikeningnya dengan nafas yang tak beraturan. Membersihkan lapangan besar dengan tiga orang saja membuat dirinya hampir mati karena kehausan. Beruntungnya ada seseorang yang dengan siap sedia memberikan sebotol air mineral untuknya.

“Minum, takut mati.” Gurau Marvin yang mendapatkan pukulan kecil sebagai tanda terima kasih.

Cilla meneguk air itu hingga tandar, tenggorokannya terasa sangat lega namun nafasnya masih tidak beraturan. Gadis itu duduk pada pinggir lapangan, menatap beberapa teman organisasinya yang ikut beristirahat dipinggir lapangan.

“Udah boleh pulang?”

“Belum. Kok lo gak langsung balik?”

“Gue mau anter lo balik dulu.” Marvin membenarkan helaian rambut yang menutupi wajah Cilla yang terlihat begitu berkeringat.

Gadis itu terdiam sejenak, ia memperhatikan William yang sedang sibuk dengan ponsel miliknya dengan Kyren yang berada disebelahnya. “Gue izin dulu deh, udah banyak yang pulang juga kok anak osisnya. Tunggu ya.” Cilla berdiri dari duduknya, tangan gadis itu ia gunakan untuk membersihkan belakang roknya yang sedikit kotor.

Dengan sedikit keberanian gadis itu mendekati William untuk meminta izin pulang. Namun ketika ia ditatapan William dengan begitu dinginnya membuat nyalinya menciut begitu saja.

“Gue...gue iz-”

“Cilla pulang duluan ya. Dia udah dicariin orang tuanya. Ayo.” Dengan cepat Marvin memotong ucapan Cilla yang terdengar gemetar. Lelaki itu langsung membawa gadis berambut panjang itu menuju parkiran, memberikan helm motor untuk gadis itu gunanya.

“Saya mau kesana sebentar.” William berdiri dari duduknga, meninggalkan Kyren dengan beberapa teman organisasinya. Langkah itu ia bawa menuju lorong kelas 10 untuk melihat Cilla dan Marvin pulang berasamaan.

Dadanya terasa sesak ketika melihat cinta pertamanya harus bersikap asing karena dirinya. Hatinya terlalu sakit karena harus menerima kenyataan bahwa ia berhasil menyakiti hati gadis yang ia cintai.

Nafas William berubah sesak ketika Cilla dan Marvin telah pergi dari lingkungan sekolahnya. Lelaki itu langsung berpegangan pada dinding yang ada disebelahnya, rasanya semakin sesak hingga William meremas bagian dadanya. Berharap rasa sesak itu akan hilang dengan cepat.

Namun William menyadari sesuatu. Itu bukanlah sesak karena patah hati yang ia alami. Melainkan sesak yang membuat dirinya seakan-akan segera mati ditempat. Sesak yang berhasil membuat tubuhnya berubah melemas. Lelaki itu terjatuh kelantai ketika kakinya tidak berhasil menopang bobot tubuhnya. Rasa sesak itu masih terasa, begitu sangat menyakitkan untuknya.

William tidak paham apa yang ada disekitarnya sekarang. Hanya dengungan kencang yang sangat terdengar digendang telinganya. Hingga akhirnya semuanya telah berubah menjadi bulatan hitam yang menutup matanya. Hanya suara suara samar yang dapat William dengar sekarang.