Tulisan Kedua

Makanan sisa yang telah di makan untuk sarapan kedua anaknya terlihat sudah dingin dan tidak enak jika di konsumsi sebelum di hangatkan. Orelyn memperhatikan nasi goreng serta susu yang masih tersisa. Biasanya pagi hari Haekal akan ikut sarapan bersamanya, dan Haekal akan menghabiskan semua makanan yang Orelyn sediakan.

Lelaki itu tidak terlalu suka jika Orelyn membuat makanan namun tidak ada yang menghabiskan.

Kali ini suasana rumah itu terasa sangat berbeda. Walaupun Haekal selalu meninggalkan pukul 8 pagi, namun kali ini Orelyn merasakan kesepian yang luar biasa. Sejak semalam perempuan itu sangat sibuk mengurus kedua anaknya. Mengecek Rekal yang sudah tertidur atau belum, maupun Ely yang sering sekali terbangun.

Lelah? Tentu saja. Terlebih lagi ketika ia memasuki kamar pribadinya dengan Haekal. Terasa sangat kosong dan tidak bersuasana. Baru sehari saja ditinggalkan, Orelyn sudah kesepian. Jika Haekal meninggalkan dengan alasan pekerjaan keluar kota, tentu Orelyn tidak masalah. Namun, alasan kali ini membuat dirinya cemas. Tentang Haekal yang harus bertanggung jawab kepada Kaira.

“Papa!” teriakan dari Ely yang berada diruang tengah berhasil mengalihkan perhatian Orelyn. Ia menoleh kearah pintu utama, Haekal telah pulang dengan kemeja kusut dan rambut yang sangat berantakan. Orelyn yakin, suaminya sangat lelah karena kejadian semalam.

“Hai anak Papa. Ely udah sarapan belum?” tanya Haekal ketika ia memeluk Ely dengan sangat lembut. “Udah! Ely mam loti!” jawab Ely, nada cadel itu membuat Haekal sangat gemas dengan putri kesayangannya. Mencubit pipi Ely karena tidak tahan dengan kegemasan anak bungsunya.

Kini, mata lelaki itu teralihkan untuk melihat Orelyn yang sudah berdiri dihadapannya. Dengan celemek dan juga rambut yang di kuncir dengan asal. Wajahnya terlihat lelah, namun istrinya tetap berusaha tersenyum untuk menyambut kepulangannya kerumah.

“Kamu udah makan, Kal?” tanya Orelyn. Haekal mengangguk, lelaki itu tersenyum tipis dan mengacak rambut Orelyn dengan sedikit gemas.

“Aku mandi dulu ya, tapi aku gak bisa dirumah lama-lama. Aku harus balik kerumah sakit.”

“Kal, gak bisa dibiarin aja?”

Senyuman tipis itu terbit di bibir Haekal, ia tidak menjawab apapun dan Orelyn dapat paham dengan isyarat tersebut. Wajah yang sebelumnya tersenyum itu langsung berubah murung, untuk pertama kalinya Haekal menolak permintaan Orelyn agar tidak menemui perempuan lain. Rasa cemas yang berada dilubuk hatinya semakin terasa ketika Haekal pergi ke kamarnya tanpa ada satu kata pun yang dikeluarkan.

Orelyn langsung menggendong Ely ketika putrinya ingin menyusul Haekal ke kamar. Ia tidak ingin emosi Haekal terpancing karena kebawelan yang Ely keluarkan. Bagaimana pun Haekal juga manusia, emosi akan gampang meluap ketika sedang kelelahan.

Dan Haekal seperti pada manusia umumnya, ia bisa mengingkari janjinya tanpa sengaja ataupun di sengaja.