Tulisan Keempat; Ujian Rasa.

Terik matahari pada jam 10 pagi mengharuskan ibu dua anak tersebut dan satu anak bungsunya untuk meneduh pada lobby rumah sakit. Orelyn tidak ikut bersama Haekal yang sedang menjemput Kaira pada ruangannya, gadis itu lebih memilih untuk menunggu sembari menemani Ely yang sangat asyik memakan eskrim vanilla yang dibelikan oleh Haekal.

Orelyn tersenyum tipis ketika melihat anak perempuannya yang sangat ceria setiap memasukan sesuap eskrim kedalam mulutnya. “Enak, sayang?” tanya perempuan itu sembari membersihkan mulut anaknya. Ely mengangguk antusias, bocah itu semakin bersemangat ketika melihat sang Papa yang berjalan sembari mendorong kursi roda seorang perempuan.

“Papa!”

Haekal langsung tersenyum ketika disambut dengan hangat oleh putri kecilnya. Ia mendorong kursi roda Kaira untuk mendekat dengan Orelyn, lelaki itu langsung mengacak rambut Ely dengan sangat gemasnya. “Papa lama ya? Maaf ya? Sekarang kita ke mobil, terus anter tante Kaira dulu. Habis itu kita pulang, oke?” ujar Haekal dengan senyuman yang sangat lebar.

Tentu tanpa berpikir dua kali Ely langsung mengangguk dengan sangat bersemangat. Mengucapkan kata 'mau' dengan aksen khas anak kecil yang masih sangat melekat pada bocah berusia tiga tahun itu.

Haekal langsung mendorong kembali kursi roda Kaira, membawa gadis itu ke mobil yang terparkir sedikit berantakan di depan lobby.

“Kal, angkatnya pelan-pelan ya. Kaki gue ngilu banget.” ujar Kaira.

Orelyn langsung menahan tangan Haekal ketika lelaki itu ingin menggendong Kaira, menatap Haekal dengan sebuah gelengan kecil sebagai isyarat untuk Haekal. “Biar aku aja yang bantu Kaira masuk mobil, kamu pegangin Ely aja.” Orelyn langsung memindahkan Ely pada gendongan Haekal.

Baru saja Orelyn menyentuh lengan Kaira, gadis itu langsung menjauhkan tangan Orelyn dengan sedikit kasar. “Bukannya gue gak mau, tapi gue tau lo pasti gak kuat. Jadi, biar Haekal aja ya? Kalau jatuh dan kaki gue makin parah emang lo mau tanggung jawab?”

Kaira berucap sembari tersenyum tipis untuk menutupi rasa kesalnya karena Orelyn berusaha untuk tidak membiarkan Haekal menggendongnya.

“Udah udah, yang dibilang sama Kaira bener kok. Kamu gendong Ely aja ya? Biar aku yang bantu Kaira masuk ke mobil.” Haekal berujar dengan sangat lembut, lelaki itu mengembalikan Ely pada gendongan istrinya. Walaupun Haekal tidak berujar dengan kasar, tetap saja Orelyn sangat kesal mendengarnya.

Orelyn memilih untuk masuk kedalam mobil terlebih dahulu. Tidak ingin melihat Haekal yang menggendong Kaira untuk mempermudah gadis itu masuk kedalam mobil suaminya.

“Makasih, Kal.” ujar Kaira yang dapat didengar oleh Orelyn. Emosinya semakin meluap, namun masih bisa ia pertahankan agar tidak meledak saat itu juga.

Tanpa butuh waktu yang lama, Haekal sudah duduk di kursi kemudi, tepat disebelah Orelyn yang sedang memangku Ely. Mobil itu langsung melaju dengan kecepatan yang sedang, melewati jalanan Jakarta yang nampak tidak begitu padat karena sudah memasuki jam kerja.

Kaira yang duduk dibelakang pasutri tersebut sedang memutar otaknya. Memikirkan bagaimana cara supaya mobil tersebut tidak terasa tenang.

“Eh, Rel. Lo semalem ketemu Jean ya? Dia ngapain? Bukannya lo sama dia udah musuhan?” perhatian Haekal langsung teralihkan ketika Kaira bertanya perihal Jean yang menemui Orelyn.

Pria itu menoleh kearah istrinya dengan sejenak, menatap Orelyn dengan tatapan yang meminta sebuah penjelasan. Namun, Orelyn tidak langsung menjelaskan perihal pertemuannya dengan Jean. “Lo tau dari mana?”

“Semalem gue video call sama Airen, terus gak sengaja nyorot lo sama Jean. Berarti bener ya itu lo?” tanya Kaira sekali lagi.

Orelyn menatap wajah Haekal yang sudah berubah datar, terlihat jika pria yang ada di sebelahnya sedang menahan amarah.

“Aku cuman minta tolong sama dia, Kal.”

“Kamu bisa minta tolong sama aku, Rel.” jawab Haekal dengan cepat. Nafasnya sedikit tertahan guna menahan emosi yang hampir saja memuncak.

“Kal, kamu lupa? Semalem aku suruh kamu pulang aja kamu ketiduran. Gimana aku mau minta tolong kamu?”

“Jemian atau Reon ada kan? Istri mereka juga ada, kan?”

“Mereka sibuk, Haekal. Kenapa sih? Kamu seneng aku kerepotan ngurus anak-anak sendirian?”

“Gak usah punya anak kalau kamu ngerasa kerepotan.”

Kalimat yang baru saja Haekal lontarkan membuat Orelyn langsung bungkam dan tidak bisa membalas lagi. Hatinya sangat sakit ketika Haekal mengucapkan kalimat sarkas tersebut tanpa memikirkan perasaannya. Bahkan matanya terasa panas ketika ia kembali mengingat ucapan Haekal beberapa detik yang lalu.

Orelyn langsung mengalihkan pandangannya, perempuan itu mengeratkan pelukannya kepada Ely dan berharap Ely tidak mengingat ucapan Haekal yang sangat menyakitkan.

Tidak ada lagi obrolan diantara mereka bertiga. Orelyn sibuk melamun dengan dada yang terasa sesak, Haekal yang terdiam karena sedang merutuki kebodohannya, dan Kaira yang menatap kedua pasangan tersebut dengan tatapan yang sangat puas.

Kali ini, Kaira telah berhasil menghasilkan sebuah kerenggangan pada hubungan Orelyn dan Haekal.