Tulisan Ketiga; Semburat Hangat
Air bening yang berada didalam gelas yang sedang dipegang oleh Haekal sama sekali tidak tersentuh oleh bibir tersebut. Niat untuk minum ia urungkan ketika Haekal menerima sebuah notif dari istrinya yang meminta dirinya untuk kembali kerumah, lantaran kedua anaknya rindu kepada sang Papa.
Sebenarnya Haekal ingin sekali kembali kerumah, namun ia yakin banyak sekali mata-mata yang menjaga gerak geriknya hingga membuat Haekal sedikit tidak nyaman. Mata-mata itu ada hanya untuk beberapa hari sampai Kaira boleh kembali kerumahnya. Jika Kaira sudah pulang, maka Haekal tidak perlu menjaganya selama 24 jam dan tidak perlu diawasi oleh pihak kepolisian.
“Kal, kenapa?” pertanyaan dari Kaira membuat Haekal sedikit tersentak hingga air putih tersebut menunjukan sebuah getaran. Haekal menoleh kearah Kaira, menatap gadis yang sedang duduk diatas ranjang dengan tatapan yang sangat dingin dan tajam.
“Gak apa-apa.”
“Lo yakin? Tapi lo murung terus, Kal.”
“Gue gak murung.”
“Kal, gue kenal lo. Kalo lo narik nafas berat berkali-kali, berarti lo lagi stress. Kita udah kenal lama, Kal.”
Ah, sial. Haekal melupakan satu fakta jika Kaira adalah Ira. Gadis culun yang sempat Haekal dekati guna untuk melupakan Orelyn yang saat itu sedang berpacaran dengan kakak kelasnya.
“Kenal lama belum tentu lo tau semua tentang gue, Kai.” lelaki itu tetap mengelak untuk menjawab pertanyaan Kaira. Berusaha memberhentikan obrolan dengan mulut pedasnya dan berharap Kaira akan terbungkam dan tidak berbicara lagi untuk yang kesekian kalinya.
“Kal, sini deh.” panggil Kaira sembari menggerakan tangannya untuk memanggil Haekal. Lelaki itu sama sekali tidak berdiri, malah matanya menatap Kaira dengan tatapan yang sangat membingungkan. “Sini, sebentar aja.” panggil gadis itu lagi.
Pada akhirnya Haekal menuruti permintaan Kaira. Ia berdiri untuk mendekat dengan Kaira dan memilih duduk di kursi yang telah tersedia didekat ranjang gadis itu. Saat matanya sedang menunduk kebawah, sebuah usapan lembut terasa dipucuk kepalanya. Haekal membulatkan mata, tubuhnya mematung karena merasakan sebuah desiran pada darah yang ada di tubuhnya.
Seperti sebuah sengatan tiba-tiba. Haekal tidak bisa melakukan apapun sehingga ia terkesan menerima usapan tersebut.
“Kalo ada masalah cerita aja, Kal. Gue disini bakalan dengerin lo as a friend. Lo gak perlu takut gue goda lo atau gimana, karena gue gak mau di cap pelakor sama semua orang. Gue cuman mau dengerin lo dan kasih saran buat lo, udah itu aja.” ujarnya.
Haekal sama sekali tidak menjawab, lelaki itu menidurkan kepalanya disamping Kaira dan memilih untuk memejamkan mata. Sudah lama ia tidak merasakan sebuah usapan. Sudah lama ia tidak mendengar seseorang yang suka rela akan menjadi tempat ceritanya. Sekarang, semuanya terlalu sibuk dengan urusan dunia. Bahkan, Orelyn sudah sangat jarang untuk menenangkannya disaat ia sepulang kerja.
Rasa yang sejak lama tidak pernah ia rasakan sekarang kembali hadir dengan suasana yang berbeda. Bukan dengan Orelyn ataupun teman-temannya. Haekal merasakannya dengan perempuan lain, perempuan yang telah menjadi partner kerjanya sekarang.
Mungkin banyak orang akan melihat jika Haekal telah berkhianat kepada Orelyn. Namun, nyatanya Haekal hanya menganggap Kaira sebagai teman biasa. Haekal butuh seseorang untuk bisa menjadi tempat melepas keluhnya. Jika Orelyn tidak bisa, ia boleh kan mencari orang lain untuk melepas lelahnya?